Shalat Berjamaah

Apa shalat berjamaah ? shalatberjamaah adalah shalat yang di kerjakan secara bersama-sama paling sedikit dua orang, hingga banyaknya tak terbatas. Pada shalat berjama’ah satu orang yang menjadi imam, dan lainnya menjadi makmum. Adapun hukum shalat berjama’ah yaitu sunah muakkad. Dengan shalat berjama’ah, maka pahala yang akan di peroleh lebih banyak dari pada shalat sendiri. Dalam hal ini telah di jelaskan oleh Nabi Muhammad saw. Melalui sabdanya :
درجة وعشرين بسبع الفذ صلاة من أفضل الجماعة صلاة
Shalaatul jamaa’ati afdhallu minnasshalaati fadzdzi bisab’I wa ‘isyriina darajah.
Artinya : Shalat berjama’ah itu lebih utama dari pada shalat sendirian dengan terpaut dua puluh tujuh derajat.

A.   Shalat Yang Disunahkan Berjamaah.
Shalat yang di sunahkan berjama’ah antara lain :
1.  Shalat  fardhu ( lima waktu )                                                                                           
2.  Shalat tarawih atau witir pada bulan ramadhan                                                                  
3.  Shalat ke dua hari raya                                                                                                    
4.  Shalat gerhana bulan maupun matahari                                                                          
5.  Shalat istisqa’ ( minta hujan )                                                                                            
6.  Shalat jenazah      

B.  Yang Diperbolehkan Menjadi Imam    
           Orang-orang yang menjadi imam adalah sebagai berikut :
1.Laki-laki bermakmum kepada laki-laki                                                                                                                                   2.Wanita bermakmum kepada laki-laki                                                                                                                   3.Wanita bermakmum kepada wanita                                                                                   
4.Wanita bermakmum kepada banci                                                                                                                      5.Banci bermakmum kepada laki-laki

C. Yang Tidak Diperbolehkan Menjadi Imam    
               Orang-orang yang tidak diperbolehkan menjadi imam adalah sebagai berikut :
1.Laki-laki bermakmum kepada wanita                                                                              2.Banci bermakmum kepada banci                                                                                                                              3.Banci bermakmum kepada wanita                                                                                     4.Laki-laki bermamum kepada banci                                                                                                                           5.Orang yang fasih membaca Al-Qur’an bermakmum kepada orang yang tidak fasih membaca Al-Qur’an
D.   Syarat-Syarat Shalat Berjama’ah
           Syarat-Syarat shalat berjama’ah antara lain :
1.Niat mengikuti imam                                                                                                2.Mengetahui yang dikerjakan imam                                                                                                                    3.Makmum harus berada di belakang imam.                                                                    4.Tidak di perkenankan mendahului imam                                                                      5.Shalatnya makmum harus sama dengan imam                                                             6.Jarak tidak boleh terlalu jauh antara imam dengan makmum, tidak lebih dari 300 hasta                                                                   
7.Tidak ada dinding  pemisah antara makmum dengan imam, kecuali wanita harus ada tabir pemisah asalkan ada seseorang yang mengetahui gerak gerik imam atau makmum yang ada di depannya.
E.  Makmum Masbuq
Makmum masbuq berarti makmum sedang ketinggalan pada shalat berjama’ah satu raka’at       atau lebih. Adapun tata cara untuk makmum yang sedang ketinggalan tersebut adalah sebagai berikut :
1.  Bila ketinggalan pada saat ruku’ dan raka’at pertama, maka berarti tidak ketinggalan, oleh sebab itu dia tidak usah mengulangi lagi.                                                                                                                                     
2 . Bila makmum ketinggalan setelah selesai ruku’ maka berarti dia ketinggalan . Satu raka’at, oleh karena itu makmum harus menambah satu raka’at setelah imam salam .                                              3.  Bila ketinggalan pada tasyahud akhir berarti ia belum mendapat satu raka’at pun dalam shalat, oleh karena itu makmum yang sedemikian itu harus tetap menyempurnakan raka’at yang belum di lakukan sama sekali, akan tetapi ternasuk makmum yang ikut  berjama’ah.

F.  Makmum Muwafiq
Makmum muwafiq adalah makmum yang berdiri bersama imam, dan waktu berdirinya itu sekiranya cukup membaca surat Al fatihah

G.  Keutamaan Shalat Ber jama’ah 
1.Pahala  yang berlipat ganda                                                                                                                                 2.Diangkat derajatnya dan di ampuni kesalahannya                                                                                             3.Sama dengan pahala  shalat tahajud semalam suntuk

Sumber : Paket Umroh

Shalat Dengan Anggota Aurat Terbuka


Shalat Dengan Anggota Aurat Terbuka kesalahan jenis ini, mereka  yang mengenakan celana ketat sehingga lekuk tubuh  auratnya tergambar dengan jelas dan bahan celana ketat yang di pilih itu adalah bahan tipis sehingga menerawang. Inilah kesalahan yang di maksud.
shalat dengan anggota aurat terbuka di samping memakai celana, dia juga mengenakan kemeja pendek. Ketika ruku’ ataupun sujud, kemeja yang semula menutup celana terangkat ke atas kerena terlalu pendek. Pada  waktu itulah punggung dan sebagian anggota  auratnya  terlihat. Jika demikian, maka aurat yang semula di tutup menjadi terbuka, sedangkan di sedang ruku’ atau sujud bersimpuh di hadapan  Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika memohon perlindungan kepada Allah dari perbuatan bodoh, dan si pelaku kebodohan itu sendiri. Karena terbukanya aurat pada kondisi seperti itu bisa mengakibatkan shalatnya menjadi batal. Dan sebab utamanya adalah celana yang berasal dari negeri-negeri kafir.
Dan orang yang tidak memperhatikan masalah busananya dan tidak memiliki keinginan kuat untuk menutup seluruh anggota tubuhnya ketika menghadap Tuhan ‘Azza wa Jalla bisa di katagorikan sebagai orang bodoh, atau mungkin malas dan cuek.
Mayoritas ulama’ bersepakat bahwa pakaian yang sesuai dengan syarat untuk menutup aurat wanita di dalam shalat adalah baju kurung beserta kerudung yang sekarang di desain sebagai mukenah.
Yang di maksud sebenarnya adalah menutup seluruh anggota badan dan kepala. Seumpama baju yang di pakai cukup longgar sehingga sisanya bisa digunakan untuk menutup kepalanya, maka hal itu juga dianggap cukup.
Diriwayatkan oleh al Bukhari di dalam kitab sahihnya, beliau berkata : ‘’Seandainya seluruh tubuh seorang wanita terbenam di dalam baju yang di pakai, maka hal itu telah di anggap mencukupi.’’    
Terkadang ada kaum wanita yang melakukan shalat, sedangkan sebagaian rambutnya, atau sebagian lengan dan betisnya masih terlihat. Maka dia wajib  mengulang shalatnya ketika waktunya masih tersisah ataupun sudah lewat.
Kaum wanita harus memperhatikan busana yang mereka pakai ketika shalat, bahkan juga ketika di luar shalat . Kebanyakan mereka hanya terlalu memperhatikan penutup anggota badan bagian atas , yang di maksud adalah kepala. Mereka menutup rapat rambut dan leher, akan tetapi tidak memperhatikan penutup anggota badan bagian di bawah kepala. Mereka memakai pakaian press-body dan mini yang memperlihatkan auratyang berada di bawah betis. Sedangkan anggota badan yang belum tertutup biasanya di beri stocking (kaos kaki panjang) berwarna kulit yang bisa menambah seorang wanita semakin menarik dan cantik.
Tidak jarang di antara mereka shalat dalam keadaan seperti itu. Hal yang seperti ini tidak boleh di kerjakan., karena mereka harus bergegas untuk menutup auratnya dengan sempurna seperti yang telah diperintahkan oleh Allah Ta’ala kepada para wanita Muhajirin. Ketika turun perintah untuk memakai kerudung para wanita Muhajirin langsung mengoyak pakaian dari bulu yang sedang mereka kenakan dan langsung di buat untuk kerudung. Akan tetapi Allah tidak menyuruh kaum wanita untuk menyobek pakaian mereka . Yang Allah anjurkan adalah untuk memanjangkan dan melonggarkan model bajunya. Dengan demikian , baju itu dapat menutupi semua anggota tubuhnya.  

Sumber : Paket Umroh

Sujud Di Atas Tanah Karbala


shalat sunah tarawih

            Tidak ada satupun hadist shahih yang menjelaskan tentang kesucian sujud di atas tanah karbala’. Lebih-lebih hadist yang menjelaskan keutamaan sujud di atas tanahnya, atau kesunahan mengambil kereweng untuk di gunakan alas sujud sebagaimana yang di kerjakan oleh orang-orang syi’ah dewasa ini. Seandainya memang itu benar-benar ibadah sunah, pasti akan masih lebih di utamakan untuk mengambil tanah dua masjid yang berada di Mekkah (Masjid al Haram) dan di masjid Madinah (Masjid Nabawi).

Perbuatan ini sebenarnya hanya bid’ah yang di ciptakan orang-orang syi’ah akibat dari kecintaan mereka yang ekstrim kepada ahl al bait (keturunan nabi) dan bekas-bekas peninggalan mereka. Anehnya, mereka menganggap rasio termasuk sumber syariat bagi mereka. Oleh karena itulah mereka bisa bebas menganggap sesuatu itu baik atau buruk menurut ukuran akal. Padahal mereka sendiri mengatakan bahwa sujud di atas tanah karbala’ memiliki keutamaan, itu termasuk dalam hadist-hadist yang di anggap batal secara rasional. 

Al Allamah Albani berkata: ‘’Aku telah mengomentari salah satu risalah yang mereka miliki, yakni karangan al Sayyid Abd al Ridha al Mar’asyi al Syahrasani yang berjudul al sujud ‘alaa  al turbah al Hasaniyah(sujud di atas tanah Husain). Di antaranya adalah sebagai berikut: ‘’telah datang sebuah riwayat bahwa sujud di atas tanah karbala’ adalah paling utama. Hal ini di sebabkan kamuliaan dan kesuciannya, sekaligus juga kesucian seorang syahid yang di makamkan di sana (al Husain, cucu Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.)’’

‘’Telah di sebutkan juga hadist yang bersumber dari para imam keturunan Nabi yang suci ‘alaihim al salam bahwa sujud di atas tanah karbala’ bisa menerangi bumi sampai lapis tujuh dengan cahaya. Di sebutkan pula dalam riwayat lain bahwa sujud di sana bisa membakar hijab (penghalang) yang berjumlah tujuh. Di dalam riwayat lain di sebutkan pula bahwa Allah akan menerima shalat orang yang sujud di tas tanah karbala’ ketika di tempat lain tidak akan menerima. Riwayat lain menyebutkan bahwa sesungguhnya sujud di atas tanah makam al Husain dapat menerangi beberapa lapis bumi.’’ ( al sujud ‘alaa al turbah al Husainiyah halaman 15). 

Pengarang risalah tersebut tidak menyebutkan bukti-bukti yang benar dan akurat yang bisa menghilangkan keraguan ketika menukil hadist-hadist yang di duga dari para imam ahl al bait ‘anhum dan juga berasal dari ulama ahl al sunnah. Dengan demikian, para pembaca akan tahu bahwa hadist-hadist itu juga diriwayatkan di dalam kitab-kitab ulama kita ahl al sunnah. 

Namun sayangnya di dalam kitab tersebut malah di tulis: ‘’Hadist-hadist yang menerangkan tentang keutamaan tanah al Husainiyah (karbala’) dan kesuciannya tidak terbatas bersunber dari hadist-hadist para imam ‘alaihim al salam. Hadist-hadist seperti itu sebenarnya sudah sangat terkenal di dalam kitab-kitab babon di seluruh sekte keagamaan dalam islam dan berasal dari para ulama dan para perawi hadist di kalangan mereka. Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh suyuthi di dalam kitabnya al khashaish al kubraa di dalam baab ikhbaar al Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bi qatl al husain ‘alaihi al salam.
Sumber : Paket Umroh

Shalat Tanpa Mengenakan Penutup Kepala (songkok)



shalat sunah awwabin

Boleh melakukan Shalat Tanpa Mengenakan Penutup Kepala (songkok) . Sebab kepala hanya menjadi aurat bagi kaum wanita bukan untuk kaum pria. Namun demikian, di sunnahkan bagi setiap orang yang melakukan shalat untuk mengenakan pakaian yang layak dan paling sempurna. Di antara kesempurnaan busana shalat adalah dengan memakai ‘imamah(kain surban yang di ikatkan dikepala), songkok atau sebagainya yang biasa di kenakan di kepala ketika beribadah.

Tidak memakai penutup kepala tanpa udzur (keadaan terpaksa) makruh hukumnya. Terlebih ketika melakukan shalat fardhu, dan teristimewa lagi ketika mengerjakannya dengan berjama’ah. (fatawaamuhammad rasyid ridha (V/1849) dan al synan wa al mubtadai ‘aat  halaman 69).

Al Albani berkata: ‘’Menurut pendapatku, sesungguhnya Shalat Tanpa Mengenakan Penutup Kepala (songkok) hukumnya adalah makruh. Karena merupakan sesuatu yang sangat di sunahkan jika seorang muslim melakukan shalat dengan memakai busana islami yang sangat sempurna, sebagaimana yang telah di sebutkan dalam hadist :’’ Karena sesungguhnya Allah paling berhak untuk di hadapi dengan berias diri. ‘’(permulaan hadist di atas adalah :’’ Jika salah seorang dari kalian mengerjakan shalat, maka hendaklah dia memakai dua potong bajunya. Karena sesungguhnya Allah paling berhak untuk di hadapi dengan berias diri.’’ 

Diriwayatkan oleh al thahawi di dalam syarh mas’aani al aatsaar (I/221), al Thabarani dan al Baihaqi di dalam al sunan al kubraa (II/236) dengan kualitas sanad yang hasan. Hal ini sebagaimana yang di sebutkan dalam majma al Zawaaid (II/51). Lihat juga al silsilah al shahihah nomor 1369.

Tidak memakai tutup kepala bukan kebiasaaan baik yang di kerjakan oleh para ulama salaf, baik ketika mereka berjalan di jalan maupun ketika memasuki tempat-tempat ibadah. Kebiasaan tidak memakai penutup kepala sebenarnya tradisi yang di kerjakan oleh orang-orang asing. Ide ini memang sengaja di selundupkan ke negara-negara muslim ketika mereka melancarkan kolonialisasi. Mereka mengerjakan kebiasaan buruk dan sayangnya malah di ikuti oleh umat islam. Mereka telah mengesampingkan kepribadian dan tradisi keislaman mereka sendiri. Inilah sebenarnya pengaruh buruk yang di bungkus sangat halus yang tidak pantas untuk merusak tradisi umat islam dan juga tidak bisa di jadikan sebagai alasan untuk memperbolehkan shalat tanpa memakai penutup kepala.

Adapun argumentasi yang memboleh membiarkan kepala tanpa tutup seperti yang di kemukakan oleh sebagian para kelompok pembela sunah di mesir adalah dengan mengqiaskannya kepada busana orang yang sedang memakai baju ihram ketika melaksanakan ibadah haji. Ini adalah uasaha qias terburuk yang mereka lakukan dan yang pernah kita saksikan. Bagaimana hal ini bisa terjadi, sedangkan tidak menutup kepala ketika ihram adalah syiar dalam agama dan termasuk dalam manasik yang jelas tidak sama dengan aturan ibadah lainnya. 

Seandainya qias yang mereka lakukan itu benar, pasti akan terbentur juga dengan pendapat yang mengatakan tentang kewajiban untuk membiarkan kepala agar tetap terbuka ketika ihram. Karena itu merupakan kewajiban dalam rangkaian ibadah haji. (tamaam al minnah fii al ta’liiq ‘alaa fiqh al sunnah halaman 164-165).

Sumber : Harga Umroh Termurah                                                                         
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

Shalat Tanpa Memberi Tabir Penghalang


shalat wajib fardlu

Shalat Tanpa Memberi Tabir Penghalang penjelasan dari Umar radhiallau ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, bersabda: ‘’ Janganlah kamu shalat kecuali di hadapan tabir. Dan janganlah kamu biarkan ada seseorang lewat di hadapanmu. Jika dia enggan untuk di cegah, maka perangilah dia. Karena sesungguhnya orang itu di sertai teman (setan). ‘’(Diriwayatkan oleh muslim di dalam kitab shahihnya nomor 260 dan Ibn Khuzaimah di dalam al sahihnomor 800. Sedangkan redaksi hadist di atas menurut riwayat al Hakim di dalam kitab al mustadrak (I/251). Diriwayatkan juga oleh al Baihaqi di dalam kitab al sunsn sl kubraa (II/268).

Dan penjelasan mengenai Shalat Tanpa Memberi Tabir Penghalang dari  Abu Sa’id al Khuzdri ra., dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. bersabda: ‘’Jika seorang dari kalian mengerjakan shalat, maka hendaklah dia menghadap tabir penghalang dan hendaklah dia mendekati tabir tersebut. Janganlah membiarkan seorangpun di antara dirinya dan tabir. Jika masih ada seseorang yang lewat, maka hendaklah dia memeranginya. Karena sesungguhnya dia itu adalah setan. ‘’(Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah di dalam kitab al mushannaf (I/279), Abu Dawud di dalam kitab al sunannomor 697, Ibn Majah di dalam kitab al sunan nomor 954. 

Di dalam riwayat di sebutkan: ‘’ Karena sesungguhnya setan lewat di antara dia dan tabir penghalang.’’

Di dalam riwayat lain di sebutkan: ‘’Apabila salah seorang dari kalian mengerjakan shalat, hendaklah dia menutupi (arah depannya) dengan tabir penghalang. Selain itu hendaklah dia mendekati tabir tersebut. Karena setan akan lewat di hadapannya.’’ (Riwayat hadist ini sesuai dengan redaksi yang diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah.

Termasuk hal-hal yang memperkuat kewajiban meletakkan tabir penghalang ketika shalat adalah sebagai berikut: 

Meletakkan tabir penghalang di hadapan orang yang shalat bisa menghindari batalnya shalat, baik karena ada wanita baligh yang lewat, keledai atau anjing hitam ( yang di maksud adalah setan), Yang lewat di hadapannya. Ini sebagaimana yang telah di jelaskan dalam hadist-hadist berkualitas sahih yang menerangkan tentang larangan lewat di hadapan orang yang shalat dan hukum-hukum fikih lain yang masih ada kaitan erat dengan masalah tabir penghalang. (Tamaam al minnah 300) 

Oleh karena itulah para ulama al salaf al sahih (orang salih jaman dahulu) radhiallahu ‘anhum selalu meletakkan tabir penghalang ketika sedang mengerjakan shalat. Semua perkataan dan perbuatan mereka memberikan isyarat  pada kita untuk meletakkan tabir penghalang, bahkan bersifat perintah. Petunjuk mereka itu juga berbentuk pengingkaran terhadap orang yang shalat tanpa meletakkan tabir penghalang di hadapannya.

Di dalam atsar (berita yang berasal dari sahabat) ini tidak ada perbedaan baik itu di padang pasir maupun di dalam gedung. Begitu juga dengan keterangan di dalam hadist Nabi yang terdahulu dan perbuatan yang di contohkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sendiri. Semua itu semakin memperkuat hukum meletakkan tabir penghalang ketika shalat, sebagaimana yang telah di sebutkan oleh al Syaikhani.’’(Nail al awthaar(III/6). 

Sumber : Layanan Umroh

Shalat Tanpa Memberi Tabir Penghalang


shalat wajib fardlu

Shalat Tanpa Memberi Tabir Penghalang penjelasan dari Umar radhiallau ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, bersabda: ‘’ Janganlah kamu shalat kecuali di hadapan tabir. Dan janganlah kamu biarkan ada seseorang lewat di hadapanmu. Jika dia enggan untuk di cegah, maka perangilah dia. Karena sesungguhnya orang itu di sertai teman (setan). ‘’(Diriwayatkan oleh muslim di dalam kitab shahihnya nomor 260 dan Ibn Khuzaimah di dalam al sahih nomor 800. Sedangkan redaksi hadist di atas menurut riwayat al Hakim di dalam kitab al mustadrak (I/251). Diriwayatkan juga oleh al Baihaqi di dalam kitab al sunsn sl kubraa (II/268).

Dan penjelasan mengenai Shalat Tanpa Memberi Tabir Penghalang dari  Abu Sa’id al Khuzdri ra., dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. bersabda: ‘’Jika seorang dari kalian mengerjakan shalat, maka hendaklah dia menghadap tabir penghalang dan hendaklah dia mendekati tabir tersebut. Janganlah membiarkan seorangpun di antara dirinya dan tabir. Jika masih ada seseorang yang lewat, maka hendaklah dia memeranginya. Karena sesungguhnya dia itu adalah setan. ‘’(Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah di dalam kitab al mushannaf (I/279), Abu Dawud di dalam kitab al sunan nomor 697, Ibn Majah di dalam kitab al sunan nomor 954. 

Di dalam riwayat di sebutkan: ‘’ Karena sesungguhnya setan lewat di antara dia dan tabir penghalang.’’

Di dalam riwayat lain di sebutkan: ‘’Apabila salah seorang dari kalian mengerjakan shalat, hendaklah dia menutupi (arah depannya) dengan tabir penghalang. Selain itu hendaklah dia mendekati tabir tersebut. Karena setan akan lewat di hadapannya.’’ (Riwayat hadist ini sesuai dengan redaksi yang diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah.

Termasuk hal-hal yang memperkuat kewajiban meletakkan tabir penghalang ketika shalat adalah sebagai berikut: 

Meletakkan tabir penghalang di hadapan orang yang shalat bisa menghindari batalnya shalat, baik karena ada wanita baligh yang lewat, keledai atau anjing hitam ( yang di maksud adalah setan), Yang lewat di hadapannya. Ini sebagaimana yang telah di jelaskan dalam hadist-hadist berkualitas sahih yang menerangkan tentang larangan lewat di hadapan orang yang shalat dan hukum-hukum fikih lain yang masih ada kaitan erat dengan masalah tabir penghalang. (Tamaam al minnah 300) 

Oleh karena itulah para ulama al salaf al sahih (orang salih jaman dahulu) radhiallahu ‘anhum selalu meletakkan tabir penghalang ketika sedang mengerjakan shalat. Semua perkataan dan perbuatan mereka memberikan isyarat  pada kita untuk meletakkan tabir penghalang, bahkan bersifat perintah. Petunjuk mereka itu juga berbentuk pengingkaran terhadap orang yang shalat tanpa meletakkan tabir penghalang di hadapannya.

Di dalam atsar (berita yang berasal dari sahabat) ini tidak ada perbedaan baik itu di padang pasir maupun di dalam gedung. Begitu juga dengan keterangan di dalam hadist Nabi yang terdahulu dan perbuatan yang di contohkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sendiri. Semua itu semakin memperkuat hukum meletakkan tabir penghalang ketika shalat, sebagaimana yang telah di sebutkan oleh al Syaikhani.’’(Nail al awthaar(III/6). 

Sumber : Layanan Umroh

Shalat Di Tempat Yang Di Atasnya Ada Lukisan


shalat sunah witir

Penjelasan mengenai Shalat Di Tempat Yang Di Atasnya Ada Lukisan dari Aisyah ra. Dia berkata: ‘’Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Shalat menggunakan khamisah (jenis baju yang terbuat dari bulu) yang ada gambarnya. Setelah selesai mengerjakan shalat, beliau bersabda: ‘’Bahwa khamisah ini kepada Abu jahm ibn Hudzaifah. Dan bawah kepadaku anbijaniyyah (jenis baju tebal dan kasar) (banju tebal yang tidak ada gambarnya, berbeda dengan khamisah yang di kembalikan oleh beliau). Karena sesungguhnya khamisah telah mengganggu konsentrasiku di dalam shalat tadi. (Diriwayatkan oleh al Bukhari di dalam kitab sahihnya nomor 373, muslim di dalam kitab sahihnya nomor 556, al Nasaa’i di dalam kitab al mujtabaa (II/72).

Mengenai Shalat Di Tempat Yang Di Atasnya Ada Lukisan berkata Al Shan’ani : ‘’hadist tersebut merupakan dalil bahwa segala sesuatu yang dapat merusak konsentrasi dalam shalat dan juga bisa memalingkan konsentrasi hati baik berupa ukiran atau benda lainnya adalah makruh hukumnya.’’ (subul al salaam)

Kemudian rahimahullah ta’alaa berkata:’’ Yang paling utama adalah mengikuti semua perbuatan dan perkara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sebab barang siapa yang taat kepada beliau maka akan mendapatkan petunjuk dan di cintai oleh Allah ‘Azza wa jalla. Dan barang siapa tidak mentaati dan tidak mengikuti ajaran beliau, maka dia akan jauh dari kebenaran menurut ukuran kejauhannya dari petunjuk Nabi,’’ (fataawaa al ‘izz ibn Abd al salam halaman 68).

Al Marghinani al Hanafi menyebutkan beberapa tingkatan makruh untuk melakukan shalat di tempat yang ada gambarnyadi lihat dari tempat gambar itu berada. Dia berkata: ‘’Yang paling makruh adalah apabila gambar itu ada di hadapan orang yang sedang shalat, kemudian gambar yang ada di atas kepalanya, di sebelah kanannya, di samping kirinya dan yang terakhir di belakangnya.’’ (al hidaayah(I/295-beserta syarh fath al Qadiir)

Inti permasalahannya terleyak pada rasa hormat kepada Allah dan merusak konsentrasi. Oleh sebab itulah shalat menghadap kepada lukisan hukumnya makruh, karena membuatnya memperhatikan lukisan tersebut dan merusak konsentrasi shalatnya. Bahkan juga di makruhkan menghadap segala sesuatu yang bisa merusak konsentrasi shalat.’’

Berdasarkan pada inti permasalahan itulah para ulama ahli fikih menetapkan hukumnya makruh untuk shalat orang yang menghadap gambar, baik itu berada di dinding, atau di tempat yang lain. Karena hal itu di anggap ada kesamaannyadengan menyembah berhala dan patung. ‘’(lihat kasysyaaf al Qanaa’ (I/432), Al mughni (II/342, Tafsir al Qurthubi (X/48).

Begitu juga shalat di atas sajadah yang ada gambarnya. Hal itu juga ada kemiripan dengan menyembah patung ataupun berhala. Bersujud kepadanya berarti sama dengan memuliakannya. (kasysyaaf al Qanaa’ (I/325), Badaa’i al shaana’i (I/337) dan al fataawaa al hindiyah (I/107). Bahkan sebagian ulama menegaskan bahwa makruh memakai sajadah yang ada gambarnya sekalipun di injak.(al inshaaf(I/474) dan kasysyaaf al Qanaa’(I/325). 
Sumber : Layanan Umroh